Selasa, 03 Januari 2012

TEORI KONSENTRIK DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA

TEORI KONSENTRIK DARI ERNEST W. BURGESS

I.                   PENDAHULUAN
Pertumbuhan dan pertambahan jumah kota di Indonesia menjalani sejarah yang cukup panjang. Jumlah kota terus bertambah. Jumlah penduduk kota, terutama di beberapa kota besar tertentu berkembang sangat cepat, baik karena pertambahan alamiah, tetapi terutama sebagai akibat urbanisasi. Beberapa kota tertentu juga mengalami pertumbuhan dan pemekaran yang cukup cepat.
Pembenahan kota di Indonesia yang kurang memadai atau agak dilalaikan selama ini , menimbulkan gejolak sosial khusus. Kota tiba – tiba seolah kebingungan menghadapi berbagai tekanan dan tantangan baru. Pembangunan yang hanya bersifat komersil menjadi salah satu dilema pembangunan di Indonesia saat ini, gambaran akan pentingnya pembangunan kota yang sesuai dengan peruntukan wilayahnya sering kali melenceng, pembangunan menjadi timpang tindih karena bangkitan arus transportasi akibat dari tata guna lahan yang tidak sesuai bisa saja terjadi jika pembangunan bangunan komersil tersebut tidak di barengi dengan pembangunan moda sarana transportasi yang memadai.
Perkembangan kota hendaknya mengikuti wilayah peruntukannya, agar peruntukannya tepat guna, hal ini di landasi oleh teori konsentrik yang diciptakan oleh E.W. Burgess yang didasarkan pada pengamatanya di Chicago pada tahun 1925, E.W. Burgess menyatakan bahwa perkembangan suatu kota akan mengikuti pola lingkaran konsentrik, dimana suatu kota akan terdiri dari zona-zona yang konsentris dan masing-masing zona ini sekaligus mencerminkan tipe penggunaan lahan yang berbeda.






II.                PEMBAHASAN
A.    Uraian Teori Konsentrik
Teori konsentrik yang diciptakan oleh E.W. Burgess ini didasarkan pada pengamatanya di Chicago pada tahun 1925, E.W. Burgess menyatakan bahwa perkembangan suatu kota akan mengikuti pola lingkaran konsentrik, dimana suatu kota akan terdiri dari zona-zona yang konsentris dan masing-masing zona ini sekaligus mencerminkan tipe penggunaan lahan yang berbeda. (Sabari Yunus, 2000)
Description: 1




 Gambar  Teori Konsentrik
Sumber: (Yunus 2000:15)
Keterangan :
1)      Daerah pusat bisnis atau The Central Bussiness District (CBD)
2)      Daerah Transisi atau The Zone of Transition
3)      Daerah pemukiman para pekerja atau The Zone of Workkingmen’s homes
4)     Daerah tempat tinggal golongan kelas menengah atau The Zone of Middle Class Develiers
5)      Daerah para penglaju atau The Commuters Zone
Menurut E.W. Burgess dalam Johara T. Jayadinata (1999;130) karakteristik masing - masing zona dapat diuraikan sebagai berikut:
Zona 1: Daerah Pusat Bisnis
Zona ini terdiri dari 2 bagian, yaitu: (1) Bagian paling inti disebut RBD (Retail Business District). Merupakan daerah paling dekat dengan pusat kota. Di daerah ini terdapat toko, hotel, restoran, gedung, bioskop dan sebagainya. Bagian di luarnya disebut sebagai WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan yang diperuntukkan kegiatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar antara lain seperti pasar, pergudangan dan gedung penyimpan barang supaya tahan lebih lama.
Zona 2 : Daerah Transisi
Adalah daerah yang mengitari pusat bisnis dan merupakan daerah yang mengalami penurunan kualitas lingkungan pemukiman yang terus menerus. Daerah ini banyak dihuni oleh lapisan bawah atau mereka yang berpenghasilan rendah.
Zona 3 : Daerah pemukiman para pekerja
Zona ini banyak ditempati oleh perumahan pekerja-pekerja pabrik, industri. Kondisi pemukimanya sedikit lebih baik dibandingkan dengan daerah transisi. Para pekerja di sini berpenghasilan lumayan saja sehingga memungkinkan untuk hidup sedikit lebih baik.
Zona 4 : Daerah pemukiman yang lebih baik
Daerah ini dihuni oleh kelas menengah yang terdiri dari orang-orang yang profesional, pemilik usaha/bisnis kecil-kecilan, manajer, para pegawai dan lain sebagainya. Fasilitas pemukiman terencana dengan baik sehingga kenyamanan tempat tinggal dapat dirasakan pada zona ini.
Zona 5 : Daerah para penglaju
Merupakan daerah terluar dari suatu kota, di daerah ini bermunculan perkembangan permukiman baru yang berkualitas tinggi. Daerah ini pada siang hari boleh dikatakan kosong, karena orang-orangnya kebanyakan bekerja.
Ciri khas utama teori ini adalah adanya kecenderungan, dalam perkembangan tiap daerah dalam memperluas dan masuk daerah berikutnya (sebelah luarnya). Prosesnya mengikuti sebuah urutan - urutan yang dikenal sebagai rangkaian invasi (invasion succesion). Cepatnya proses ini tergantung pada laju pertumbuhan ekonomi kota dan perkembangan penduduk. Sedangkan di pihak lain, jika jumlah penduduk sebuah kota besar cenderung menurun, maka daerah disebelah luar cenderung tetap sama sedangkan daerah transisi menyusut kedalam daerah pusat bisnis. Penyusutan daerah pusat bisnis ini akan menciptakan daerah kumuh komersial dan perkampungan. Sedangkan interprestasi ekonomi dari teori konsentrik menekankan bahwa semakin dekat dengan pusat kota semakin mahal harga tanah.

B.     Contoh Penerapan Teori Konsentrik Di Indonesia
Jika dikaitkan antara teori konsentrik beserta zona-zona, dapat diambil salah daerah yaitu Jakarta yang memiliki kesamaan dengan teori. Konsentrik berdasarkan zona-zonanya yang ada. Berdasarkan dapat diuraikan sebagai berikut:
a)      Zona 1: Daerah Pusat Bisnis
Jika dikaitkan dengan zona 1 sebagai daerah pusat bisnis, seperti daerah Jakarta yang memiliki salah satu daerah pusat bisnis yang terkenal yaitu Mangga 2 Town Square. Dimana aktivitas ekonomi berlangsung setiap hari mulai dari pedagang kaki lima yang berjualan setiap hari di pinggir jalan daerah Mangga 2 Town Square, ada juga kios-kios dan hotel-hotel yang menyediakan jasa penginapan bagi wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara.
b)      Zona 2 : Daerah Transisi
Daerah transisi yang dimaksudkan adalah daerah tempat orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal. Misalnya saja para pengemis yang tinggal dibawah kolong jembatan sungai Ciliwung, mereka yang tinggal disana karena tidak memiliki harta benda, dan hidup mereka sangat memprihatinkan karena dilingkungan daerah sungai Ciliwung tersebut daerahnya sudah mengalami penurunan kwalitas lingkungan seperti sungainya yang dulu airnya bersih dan ikan yang ada disana masih bisa dimanfaatkan untuk dikonsumsi oleh para pengemis dan belum terkontaminasi dengan logam berat. Tetapi sekarang pada kenyataannya sungai tersebut sudah tercemar berat baik dari sampah anorganik maupun organik dan ada yang mengendap mengeluarkan bau tak sedap, serta warna airnya keruh dan ikannya sudah terkontaminasi dengan logam berat.
c)      Zona 3 : Daerah permukiman para pekerja
Misalnya para buruh atau tenaga kerja yang bekerja di daerah Menteng Jakarta Pusat, dengan hasil upah yang diterima selama bekerja para buruh tersebut mampu menyewa tempat tinggal atau perumahan yang sederhana yang tidak begitu jauh dari lokasi tempat bekerja.
d)     Zona 4 : Daerah pemukiman yang lebih baik
Daerah permukiman yang lebih baik misalnya daerah kompleks perumahan kelapa gading dimana daerah ini hanya ditempati oleh orang-orang yang berpenghasilan menengah keatas seperti para pengusaha yang memiliki beberapa saham di perusahaan yang ada di Jakarta, manajer, dan pegawai.
e). Zona 5 : Daerah para penglaju
Depok merupakan salah satu daerah penglaju di Jakarta, dimana daerah ini memiliki jumlah penduduk yang padat dan memiliki beragam jenis pekerjaan dan kwalitas tempat tinggal yang berbeda tergantung hasil pendapatan dari jenis pekerjaan yang dimiliki. Selain itu arus lalulintas juga padat sehingga sering terjadi kemacatan di jalan daerah Depok. Dengan jumlah penduduk yang padat kebanyakan masyarakat depok masuk kebagian pusat kota Jakarta untuk mengadu nasib mencari pekerjaan untuk menunjang perekomomian masyarakat Depok.


DAFTAR PUSTAKA

Jayadinata, Johara T. 1999. Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan & Wilayah. Bandung: ITB Bandung
Sabari Yunus, Hadi. 2000. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sriartha, I Putu. 2004. Geografi Perdesaan dan Perkotaan. Buku Ajar. Fakultas Pendidikan IPS IKIP Negeri Singaraja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar